Thursday, February 25, 2016

All About LTE 4G edisi Bahasa Indonesia part1



Pengantar Teknologi 4G LTE

Jaringan selular telah berkembang selama bertahun-tahun. Beberapa sistem selular dan jaringan telah dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia untuk menyediakan pengguna dengan kualitas dan komunikasi yang handal. Teknologi mobile dari pertama sampai generasi ketiga telah dengan cepat berkembang untuk memenuhi kebutuhan layanan suara, video, dan data.

Dewasa ini, transisi ke smartphone telah mengarahkan minat pengguna ke arah yang lebih berbasis pada mobile aplikasi dan layanan, meningkatkan permintaan lebih pada kapasitas dan bandwidth jaringan. Sementara itu, transisi ini memberikan peluang pendapatan yang signifikan untuk operator jaringan dan penyedia layanan, karena terdapat pendapatan rata-rata jauh lebih tinggi per user (ARPU-Average Revenue Per User) dari penjualan smartphone dan layanan. Sementara pembangunan jaringan radio berjalan dengan cepat, penetrasi smartphone juga meningkat secara eksponensial. Oleh karena itu, operator jaringan perlu memastikan bahwa user experience tetap sama, atau bahkan lebih baik daripada sistem yang sebelumnya.

Dengan meningkatnya permintaan layanan data, hal ini menjadi semakin menantang untuk memenuhi kapasitas data yang dibutuhkan dan efisiensi spektrum. Hal ini menambah lebih banyak permintaan pada operator jaringan, vendor dan penyedia perangkat untuk menerapkan metode dan fitur yang mampu menstabilkan kapasitas sistem, sehingga meningkatkan user experience. Sistem 4G dan fitur-fitur canggih-nya memiliki kemampuan untuk bersaing secara luas pada perangkat mobile-komunikasi, menyediakan berbagai layanan mobile dan kualitas komunikasi yang handal.

Artikel ini menjelaskan teknologi 4G LTE (Long Term Evolution) untuk sistem mobile; transisi dari generasi ketiga (3G) ke generasi keempat (4G). LTE telah dikembangkan oleh 3GPP (Third Generation Partnership Project), mulai dari versi pertama di Release 8 dan hingga terus ber-evolusi sampai Release 10, versi terbaru dari LTE, juga dikenal sebagai LTE-Advanced. 

Berikut evolusi jaringan selular  dan 3GPP dari waktu ke waktu:


Gambar 1. Evolusi Jaringan Selular


Gambar 2. Evolusi 3GPP


Radio Interface LTE

Jaringan selular telah berkembang selama bertahun-tahun. Awalnya disebut sebagai Generasi Pertama, atau sistem 1G. Pada sistem ini, selular dirancang untuk memanfaatkan jaringan analog. Yang termasuk teknologi 1G adalah AMPS (Advance Mobile Phone System).

Generasi Kedua adalah sistem mobile 2G, diperkenalkan memanfaatkan beberapa teknologi akses digital; TDMA (Time Division Multiple Access) dan CDMA (Code Division Multiple Access). 2G lebih dikenal menggunakan sistem GSM (Global System for Mobile). Selain itu juga menggunakan sistem CDMA, yang dikenal sebagai cdmaOne atau IS-95 (Interim Standard 95). Sistem GSM masih memiliki dukungan di seluruh dunia dan tersedia di beberapa band frekuensi, seperti 900, 1800, 850, dan 1900 MHz. Sistem CDMA di jaringan 2G menggunakan teknik spread spectrum dan memanfaatkan campuran kode dan waktu untuk mengidentifikasi sel-sel dan saluran. Dengan digital, 2G mampu meningkatkan kapasitas dan keamanan, sistem 2G juga menawarkan layanan, seperti SMS (Short Message Service) dan circuit switched (CS) data. Variasi yang berbeda dari Teknologi 2G dikembangkannya layanan paket data yang efisien, sehingga meningkatkan kecepatan data. GPRS (General Packet Radio System) dan EDGE (Enhance Data Rates for GSM Evolution) telah menjadi jalur evolusi GSM. Data rate teoritis dari 473,6 kbps memungkinkan operator untuk menawarkan layanan multimedia secara efisien. EDGE biasa juga dikenal sebagai generasi 2.75G.

3G (Generasi Ketiga) sistem didefinisikan oleh IMT2000 (International Mobile Telecommunications). IMT2000 mendefinisikan bahwa sistem 3G harus menyediakan tingkat transmisi yang lebih tinggi di kisaran 2Mbps digunakan saat stasioner dan 348 kbps dalam kondisi mobile.

Berikut adalah pendukung teknologi 3G:
• WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) - ini dikembangkan oleh 3GPP (Third Generation Partnership Project). WCDMA adalah radio interface 3G UMTS (Universal Mobile Telecommunication System). Sistem UMTS telah didesain terintegrasi dengan Core Network (CN) pada GSM, tapi dengan akses radio yang sama sekali baru, yaitu akses radio yang didasarkan pada FDD (Frequency Division Duplex). Penyebaran saat ini terutama di 2,1 GHz band. Penyebaran di bawah frekuensi juga mungkin, seperti UMTS900. UMTS mendukung suara dan multimedia,

• TD-CDMA (Time Division-Code Division Multiple Access) - ini biasanya disebut sebagai UMTS TDD (Time Division Duplex) dan merupakan bagian dari spesifikasi UMTS. Sistem ini memanfaatkan kombinasi CDMA dan TDMA untuk memungkinkan alokasi sumber daya yang efisien.

• TD-SCDMA (Time Division-Syncronize Code Division Multiple Access) - ini memiliki hubungan dengan spesifikasi UMTS dan sering diidentifikasi sebagai UMTS-TDD chip rate yang rendah. Seperti TD-CDMA, juga cocok untuk skenario mobilitas rendah microcell atau picocells.

• CDMA2000 - Ini adalah standar teknologi multi-carrier yang menggunakan CDMA. Merupakan bagian dari standarisasi 3GPP2. CDMA2000 adalah satu standar termasuk CDMA2000 EV-DO (Evolution-Data Optimized) yang memiliki berbagai revisi. Hal ini kompatibel dengan cdmaOne.

• WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Accsess) - Ini adalah teknologi nirkabel lain yang memenuhi persyaratan IMT2000 3G. Radio interface merupakan bagian dari standar IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) 802.16 yang awalnya didefinisikan sistem PTP (Point-to-Point) dan PTM (Point-to-Multipoint). Ini kemudian ditingkatkan mampu memberikan mobilitas yang lebih besar. WiMAX Forum adalah organisasi yang dibentuk untuk mempromosikan interoperabilitas antara vendor.

Sistem 4G (Generasi Keempat) telah diperkenalkan sebagai versi terbaru teknologi mobile. 4G didefinisikan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ITU (International Telecommunication Union) sebagai bagian dari IMT Advanced. Penggerak utama bagi evolusi arsitektur jaringan pada sistem 4G adalah: basis all-IP (Internet Protocol), mengurangi biaya jaringan, mengurangi latency data dan signalling, interworking mobility antara jaringan akses lainnya di 3GPP dan non-3GPP, always-on bagi user experience dengan kualitas layanan yang mendukung QoS (Quality of Services) , dan kemampuan roaming di seluruh dunia.

Berikut sistem 4G termasuk teknologi akses-nya:
• LTE dan LTE-Advanced (Long Term Evolution) - Ini adalah bagian dari 3GPP. Sebelumnya LTE belum memenuhi semua fitur IMT Advanced. Namun, LTE-Advanced merupakan bagian dari yang telah dikeluarkan oleh 3GPP dan telah dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan 4G.

• WiMAX 802.16m - IEEE dan WiMAX Forum telah mengidentifikasi 802.16m sebagai sistem 4G.

• UMB (Ultra Mobile Broadband) - ini diidentifikasi sebagai EV-DO Rev C. Ini adalah bagian dari 3GPP2. Vendor dan operator jaringan telah memutuskan untuk mempromosikan LTE sebagai gantinya.

Sebelum masuk ke pembahasan arsitektur LTE, akan diperkenalkan terlebih dulu mengenai teknik-teknik Radio Interface pada sistem 3GPP, yaitu: FDMA, TDMA, CDMA, OFDMA. Selain itu akan disinggung juga mengenai Radio Accsess Mode yaitu: FDD dan TDD.

Teknik Radio Interface dalam sistem 3GPP

Dalam sistem selular, pengguna ponsel maupun base station berbagi media akses untuk transmisi. Empat akses transmisi yang populer adalah adalah FDMA (Frekuensi division multiple akses), TDMA (Time Division Multiple Access), CDMA (Code Division Multiple Access), dan OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access).

1. Frequency Division Multiple Access (FDMA)
Dalam rangka mengakomodasi berbagai perangkat di jaringan wireless yang melakukan akses secara bersama-sama, FDMA membagi ketersediaan spektrum dalam sub-band atau saluran. Dengan menggunakan teknik ini, saluran khusus dapat dialokasikan ke pengguna, sedangkan pengguna lain menempati saluran atau frekuensi lain. Saluran FDMA dapat berpotensi mengalami gangguan interference. Mereka tidak bisa terlalu dekat bersama-sama karena energi dari satu transmisi mempengaruhi saluran lain yang berdekatan. Untuk menghindari hal tersebut, diberikan tambahan guard band antara saluran sehingga akan mampu mengurangi interference.

Gambar 1. Teknik FDMA
2. Time Division Multiple Access (TDMA)
Dalam sistem TDMA bandwidth saluran dibagi dalam domain waktu. Ini memberikan alokasi spektrum sempit untuk setiap pengguna. Penyaluran dari pengguna di band yang sama dicapai dengan pemisahan frekuensi dan waktu. Jumlah timeslots dalam bingkai TDMA tergantung pada sistem. Misalnya, GSM menggunakan delapan timeslots. Sistem TDMA adalah digital dan karena itu menawarkan fitur keamanan seperti pengkodean dan integritas. Selain itu, mereka dapat menggunakan deteksi dan skema koreksi kesalahan seperti FEC (Forwad Error Correction). Hal ini memungkinkan sistem untuk lebih tahan terhadap noise dan gangguan dan karena itu mereka memiliki efisiensi spektrum yang lebih besar daripada sistem FDMA.

Gambar 2. Teknik TDMA

3. Code Division Multiple Access (CDMA)
Konsep CDMA sedikit berbeda dengan FDMA dan TDMA. Bukan seperti keduanya yang berbagi sumber daya dalam domain frekuensi atau waktu, pada CDMA perangkat dapat menggunakan sistem pada saat yang sama menggunakan frekuensi dan waktu secara bersamaan. Hal ini dimungkinkan karena setiap transmisi dipisahkan menggunakan kode penyaluran unik yang direpresentasikan oleh power. UMTS/WCDMA, cdmaOne, dan CDMA2000 semua menggunakan CDMA sebagai teknik radio interface mereka. Namun, penggunaan kode dan bandwidth yang digunakan oleh masing-masing teknologi berbeda. Misalnya untuk UMTS/WCDMA menggunakan saluran bandwidth 5 MHz, sedangkan cdmaOne hanya menggunakan 1.25 MHz. Kode yang digunakan untuk mencapai orthogonality antara pengguna juga berbeda. Dalam sistem HSDPA pada WCDMA, misalnya, saluran yang membawa data ke pengguna memiliki total 16 kode di code tree. Jika ada beberapa pengguna dalam sistem di timeslot yang sama penjadwalannya,  maka pengguna lain akan menggunakan code di luar 16 kode yg digunakan untuk HSDPA tersebut, atau dengan kata lain berbeda code tree-nya. Dalam contoh ini kode yang digunakan untuk HSDPA, merupakan penggunaan code yang tinggi, sehingga tinggi juga tingkat data-nya. Hal tersebut merupakan keterbatasan pada code tree terhadap kapasitas, karena kapasitas terkait dengan alokasi kode. Penggunaan voice dan signalling mendapatkan prioritas tertinggi dalam kode, dan kemudian data pengguna lain memanfaatkan sisa code tree. Kapasitas menjadi tantangan pada WCDMA, karena semua pengguna menggunakan frekuensi dan waktu yang sama dalam sel. Oleh karena itu, pengaturan kontrol power dan penjadwalan waktu sangat penting untuk membatasi gangguan yang akan mempengaruhi kinerja sistem.

Gambar 3. Teknik CDMA

4. Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)
OFDMA pada dasarnya adalah FDM. Dalam sistem FDM konvensional, jarak antara saluran cukup lebar sehingga jumlah saluran kurang efisien. Pada OFDMA, jarak antara saluran didesain lebih rapat dengan metode orthogonal frequency atau frekuensi yang saling tegak lurus, sehingga mampu meningkatkan jumlah saluran. Hal tersebut membuat spektrum frekuensi lebih efisien. OFDMA dapat diimplementasikan pada berbagai spektrum frekuensi dengan sedikit saja modifikasi pada sistem. OFDMA terbukri dapat mengurangi efek dari Multipath Fading yang merugikan. Dengan sistem antena Multiple In Mulltiple Out (MIMO), dapat mencapai efisiensi spektrum yang tinggi. Selain itu kelebihan sistem OFDMA, saat semakin banyak pengguna terhubung dengan sistem, ukuran sel tidak akan mengempis seperti pada CDMA. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut maka OFDMA menjadi pilihan untuk LTE.

Gambar 4. Teknik OFDMA

Operasi Radio Access Mode

Akses radio 3GPP untuk UMTS dan sistem LTE dirancang untuk beroperasi dalam dua mode operasi utama yaitu FDD (Frequency Division Duplex) dan TDD (Time Division Duplex). FDD adalah mode yang umum digunakan di seluruh dunia untuk UMTS dan LTE. Alokasi spektrum juga terikat dengan pilihan FDD atau TDD. Misalnya, operator WiMAX telah memanfaatkan spektrum WiMAX untuk berinvestasi dalam LTE TDD daripada FDD. Namun, dengan ketersediaan perangkat serta kesederhanaan penyebaran, FDD masih menjadi pilihan utama di seluruh dunia.

1. Frequency Division Duplex (FDD)
Dalam FDD, uplink terpisah dan downlink yang digunakan, yang memungkinkan perangkat untuk mengirimkan dan menerima data pada saat yang sama. Jarak antara uplink dan downlink saluran disebut sebagai jarak duplex. Saluran uplink beroperasi pada frekuensi yang lebih rendah. Hal ini dilakukan karena frekuensi yang lebih tinggi mengalami redaman lebih besar dari frekuensi yang lebih rendah , oleh karena itu, memungkinkan ponsel untuk memanfaatkan tingkat pengiriman lebih rendah.

Gambar 5. FDD mode

2. Time Division Duplex (TDD)
Modus TDD memungkinkan operasi full duplex menggunakan pita frekuensi tunggal dan pembagian waktu multiplexing uplink dan downlink sinyal. Salah satu keuntungan dari TDD adalah kemampuannya untuk memberikan asimetris uplink dan downlink alokasi. Keuntungan lainnya termasuk alokasi dinamis, peningkatan efisiensi spektral, dan meningkatkan penggunaan teknik beamforming. Hal ini disebabkan memiliki uplink dan downlink yang sama karakteristik frekuensi.

Gambar 6. TDD mode

Alokasi Spectrum UMTS dan LTE

Salah satu faktor utama dalam sistem selular adalah spektrum frekuensi yang digunakan. Sistem 2G, 3G, dan 4G menawarkan beberapa pilihan band frekuensi. Hal ini tergantung pada regulator di masing-masing Negara dan ketersediaan spektrum yang dibagi antara operator jaringan di suatu negara.

Dukungan perangkat dengan band frekuensi yang berbeda didorong oleh kemampuan hardware. Oleh karena itu, tidak semua band yang didukung oleh satu perangkat. Tergantung kebutuhan pasar, mana perangkat atau service yang sedang dikomersilkan.

LTE menggunakan saluran variabel bandwidth 1,4, 3, 5, 10, 15, atau 20 MHz. Yang paling umum digunakan di seluruh dunia adalah 5 atau 10MHz. LTE 20MHz mulai digunakan, terutama di band seperti 2,6 GHz serta 1,8 GHz setelah frekuensi re-farming.

LTE FDD-membutuhkan dua frekuensi, satu untuk downlink dan satu lagi untuk uplink. Frekuensi carrier ini masing-masing dinamakan frekuensi radio EARFCN (E-UTRA Absolute Frequency Channel Number). Sebaliknya, LTE TDD-hanya memiliki satu EARFCN. 

Tabel 1. Band Frekuensi UMTS FDD

Tabel 2. Band Frekuensi LTE FDD

Arsitektur LTE

Arsitektur LTE dikenal dengan suatu istilah SAE (System Architecture Evolution) yang menggambarkan suatu evolusi arsitektur dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. Secara keseluruhan LTE mengadopsi teknologi EPS (Evolved Packet System). Didalamnya terdapat tiga komponen penting yaitu UE (User Equipment), E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestial Radio Access Network), dan EPC (Evolved Packet Core).

Gambar 1. Arsitektur LTE

User Equipment (UE)
User equipment adalah perangkat dalam LTE yang terletak paling ujung dan berdekatan dengan user. Peruntukan UE pada LTE tidak berbeda dengan UE pada UMTS atau teknologi sebelumnya.

E-UTRAN
Evolved UMTS Terresterial Radio Access Network atau E-UTRAN adalah sistem arsitektur LTE yang memiliki fungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. Berbeda dari teknologi sebelumnya yang memisahkan Node B dan RNC menjadi elemen tersendiri, pada sistem LTE E-UTRAN hanya terdapat satu komponen yakni Evolved Node B (eNode B) yang telah emnggabungkan fungsi keduanya. eNode B secara fisik adalah suatu base station yang terletak dipermukaan bumi (BTS Greenfield) atau ditempatkan diatas gedung-gedung (BTS roof top).

Evolved Packet Core (EPC)
EPC adalah sebuah system yang baru dalam evolusi arsitektur komunikasi seluler, sebuah system dimana pada bagian core network menggunakan all-IP. EPC menyediakan fungsionalitas core mobile yang pada generasi sebelumnya (2G, 3G) memliki dua bagian yang terpisah yaitu Circuit switch (CS) untuk voice dan Packet Switch (PS) untuk data. EPC sangat penting untuk layanan pengiriman IP secara end to end pada LTE. Selain itu, berperan dalam memungkinkan pengenalan model bisnis baru, seperti konten dan penyedia aplikasi. EPC terdiri dari MME (Mobility Management Entity), SGW (Serving Gateway), HSS (Home Subscription Service), PCRF (Policy and Charging Rules Function), dan PDN-GW (Packet Data Network Gateway). Berikut penjelasan singkatnya:

Mobility Management Entity (MME)
MME merupakan elemen control utama yang terdapat pada EPC. Biasanya pelayanan MME pada lokasi keamanan operator. Pengoperasiannya hanya pada control plane dan tidak meliputi data user plane. Fungsi utama MME pada arsitektur jaringan LTE adalah sebagai authentication dan security, mobility management, managing subscription profile dan service connectivity.

Home Subscription Service (HSS)
HSS merupakan tempat penyimpanan data pelanggan untuk semua data permanen user. HSS juga menyimpan lokasi user pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan. Seperti MME, HSS adalah server database yang dipelihara secara terpusat pada premises home operator.

Serving Gateway (S-GW)
Pada arsitektur jaringan LTE, level fungsi tertinggi S-GW adalah jembatan antara manajemen dan switching user plane. S-GW merupakan bagian dari infrastruktur jaringan sebagai pusat operasioanal dan maintenance. Peranan S-GW sangat sedikit pada fungsi pengontrolan. Hanya bertanggungjawab pada sumbernya sendiri dan mengalokasikannya berdasarkan permintaan MME, P-GW, atau PCRF, yang memerlukan set-up, modifikasi atau penjelasan pada UE.

Packet Data Network Gateway (PDN-GW)
Sama halnya dengan SGW, PDN-GW adalah komponen penting pada LTE untuk melakukan terminasi dengan Packet Data Network (PDN). Adapun PDN GW mendukung policy enforcement feature, packet filtering, charging support pada LTE, trafik data dibawa oleh koneksi virtual yang disebut dengan service data flows (SDFs).

Policy and Charging Rules Function (PCRF)
PCRF merupakan bagian dari arsitektur jaringan yang mengumpulkan informasi dari dan ke jaringan, sistem pendukung operasional, dan sumber lainnya seperti portal secara real time, yang mendukung pembentukan aturan dan kemudian secara otomatis membuat keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan. Jaringan seperti ini mungkin menawarkan beberapa layanan, kualitas layanan (Quality of services), dan aturan pengisian. PCRF dapat menyediakan jaringan solusi wireline dan wireless dan juga dapat mngaktifkan pendekatan multidimensi yang membantu dalam menciptakan hal yang menguntungkan dan platform inovatif untuk operator. PCRF juga dapat diintegrasikan dengan platform yang berbeda seperti penagihan, rating, pengisian, dan basis pelanggan atau juga dapat digunakan sebagai entitas mandiri.


OFDMA dan SC-FDMA

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, akses LTE berbeda dengan yang WCDMA. Dalam LTE, akses downlink didasarkan pada Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) dan akses uplink didasarkan pada Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). Artikel kali ini akan memperkenalkan latar belakang dan dasar untuk operasi OFDMA dan SC-FDMA. 

Latar belakang LTE Multiple Access
Single carrier (SC) berarti bahwa informasi dimodulasi hanya untuk satu carrier, menyesuaikan fase atau amplitudo pembawa atau keduanya. Frekuensi juga bisa disesuaikan, tetapi dalam LTE ini tidak terpengaruh. Semakin tinggi kecepatan data, semakin tinggi tingkat symbol dalam sistem digital dan dengan demikian bandwidth juga lebih tinggi. Misalnya dengan menggunakan Quadrature Amplitude Modulation (QAM) pemancar menyesuaikan sinyal untuk membawa jumlah yang diinginkan dari bit per simbol modulasi. Gelombang spektrum yang dihasilkan adalah pembawa spektrum tunggal, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:


Gambar 1. SC-FDMA

Dengan prinsip Frekuensi Division Multiple Access (FDMA), pengguna yang berbeda akan kemudian akan menggunakan carrier yang berbeda atau sub-carrier, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut: 

Gambar 2. SC-FDMA dengan dua pengguna
Penggunaan prinsip multi-carrier ditunjukkan pada Gambar 3, dimana data dibagi pada sub-carrier yang berbeda dari satu pemancar. Contoh pada Gambar 3 memiliki filter Bank yang untuk solusi praktisnya biasanya diganti dengan Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dimana jumlah subcarrier banyak. 

Gambar 3. Prinsip Multicarrier

Salah satu contoh pendekatan multi-carrier adalah dual carrier WCDMA (dual cell HSDPA), yang mana menggunakan dual carrier WCDMA namun tidak menggunakan prinsip-prinsip pemanfaatan spektrum tinggi. Untuk mengatasi-nya, digunakan pendekatan orthogonality diantara transmisi yang berbeda,untuk menciptakan sub-carrier yang tidak mengganggu satu sama lain, meskipun spektrum masih tumpang tindih dalam domain frekuensi. Ini adalah apa yang dicapai dengan prinsip Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDMA), di mana masing-masing frekuensi sub-carrier ini memiliki perbedaan dalam domain frekuensi, kemudian sub-carrier yang berdekatan memiliki nilai nol saat itulah dilakukan sampling dari sub-carrier yang diinginkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:
Gambar 4. sub-carrier orthogonality
Untuk LTE, perbedaan frekuensi antara sub-operator telah dipilih yaitu 15 kHz di Release 8 (alternatif dari 7,5 kHz direncanakan akan didukung dalam rilis yang akan datang sehubungan dengan aplikasi siaran seperti mobile TV). Prinsip dasar OFDMA sudah dikenal pada tahun 1950, pada saat sistem yang menggunakan teknologi analog, dan membuat sub-carrier orthogonal sebagai fungsi variasi komponen dan suhu bukan masalah sepele. Sejak meluasnya penggunaan teknologi digital untuk komunikasi, OFDMA juga menjadi lebih layak dan terjangkau untuk digunakan konsumen. Selama beberapa tahun terakhir teknologi OFDMA diadopsi secara luas di banyak sistem seperti di TV digital (DVB-T dan DVB-H) serta seperti dalam aplikasi Wireless Local Area Network (WLAN). Prinsip OFDMA telah digunakan di bagian uplink LTE multiple access sebagai SC-FDMA menggunakan prinsip OFDMA arah uplink untuk mencapai tinggi efisiensi spektrum, seperti yang dijelaskan pada bagian berikutnya. 

Keseluruhan motivasi untuk OFDMA di LTE sebagai berikut:
• kinerja yang baik di frekuensi selektif;
• kompleksitas rendah pada base-band penerima;
• sifat spektral yang baik dan bisa handle multiple bandwidth;
• adaptasi Link dan penjadwalan domain frekuensi;
• kompatibilitas dengan teknologi canggih receiver dan antena.
OFDMA juga memiliki tantangan, seperti:
• Toleransi terhadap frekuensi offset. Hal ini ditangani dalam desain LTE dengan memilih subcarrier dengan jarak 15 kHz, yang memberikan toleransi yang cukup besar untuk pergeseran Doppler.
Peak Average Ratio (PAR) dari sinyal yang ditransmisikan, yang membutuhkan tinggi linearitas pada pemancar. Amplifier linear memiliki efisiensi konversi daya rendah dan oleh karena itu tidak ideal untuk uplink mobile. Dalam LTE ini disolusikan dengan menggunakan SC-FDMA, yang memungkinkan efisiensi daya amplifier yang lebih baik.

OFDM berlandaskan pada operasi IFFT (Invers Fast Fourier Transform) yang merupakan kebalikan dari FFT (Fast Fourier Transform). FFT sendiri merupakan pengembangan dari DFT (Discrete Fourier Transform) yaitu algoritma tertentu dalam ilmu pemrosesan sinyal digital yang mengubah suatu sinyal dalam domain waktu ke dalam domain frekuensi, sehingga IDFT merupakan teknik komputasi yang mengubah suatu sinyal dalam domain frekuensi ke dalam domain waktu. Suatu sinyal yang ditransmisikan dapat dipetakan kedalam beberapa domain, baik domain waktu maupun domain frekuensi.

Gambar 5. FFT dengan berbagai input
Pemilihan OFDMA pada LTE dirasa mampu mengakomodir kebutuhan layanan. namun penggunaan OFDMA pada sisi uplnk belum optimal, salah satu faktornya adalah tingginya nilai PAPR (Peak Avarage Power Ratio). PAPR adalah tingkat perbandingan rata-rata dengan daya puncak. 

Gambar 6. PAPR
Dalam komunikasi OFDMA suatu informasi dibawa oleh suatu symbol yang berisikan bit-bit informasi. Symbol tersebut didefinisikan menurut diagram konstelasi berdasarkan skema modulasi yang digunakannya, bisa berupa QPSK, 16QAM, atau 64QAM. Penggunaan transmisi data berupa bit rate rendah dengan pita sempit akan sangat rentan terhadap variasi daya yang terjadi antar carrier yang disebabkan noise. Hal tersebut dapat meningkatkan BER (Bit Error Rate) yang berdampak pada kesalahan konstelasi. Noise akan mengganggu transmisi symbol dengan menyebarkan spektral kedalam spektrum yang lebih lebardari yang seharusnya, akibatnya akan terjadi adjacent channels.

Untuk mengatasi PAPR pada OFDMA dapat disiasati dengan diberlakukannya pengaturan titik kompresi tinggi pada power amplifiernya. Cara tersebut mengatur sedemikian rupa power yang dipancarkan pada beberapa titik yang menjadi nilai power tertinggi. Hal ini tidak begitu bermasalah untuk komunikasi downlink sebab alokasi daya yang digunakan bisa tak terbatas karena supply oleh jaringan listrik. Berbeda pada komunikasi uplink yang disupply daya hanya melalui baterai. Dengan kapasitas baterai yang terbatas waktu dan daya maka hal tersebut sangat bermasalah untuk mengirimkan informasi. Untuk mengatasi itu pada komunikasi uplink LTE menggunakan SC-FDMA.


Gambar 7. SC-FDMA dan OFDMA


MIMO-Multiple Input Multiple Output

Salah satu teknologi mendasar yang diperkenalkan bersamaan saat rilis LTE adalah Multiple Input Multiple Output (MIMO), sistem ini termasuk bagian dari spatial multiplexing serta sebagai pra-coding dan transmit diversity. Prinsip dasar spatial multiplexing adalah mengirim sinyal dari dua atau lebih antena yang berbeda dengan aliran data yang berbeda dan dengan pemrosesan sinyal, yang berarti di penerima terjadi proses memisahkan aliran data, sehingga mampu meningkatkan data dengan faktor 2 (konfigurasi 2-by-2 antena) atau faktor 4 (konfigurasi 4-by-4 antena). Dalam pra-coding sinyal ditransmisikan dari antena yang berbeda yang dititikberatkan untuk memaksimalkan sinyal yang diterima dibanding noise atau Signal to Noise Ratio (SNR). Transmit diversity mengandalkan mengirimkan sinyal yang sama dari multiple antenna dengan beberapa coding untuk mengeksploitasi peningkatan dari independent fading antara antena. 

Penggunaan MIMO telah dimasukkan sebelumnya dalam spesifikasi WCDMA, namun operasinya sedikit berbeda dengan LTE karena WCDMA menggunakan operasi penyebaran spektrum sehingga tidak efektif. Secara alami OFDMA cocok untuk operasi MIMO. Kesuksesan operasi MIMO membutuhkan SNR yang cukup tinggi, oleh karena itu dengan sistem OFDMA itu bisa mendapatkan keuntungan yaitu SNR tinggi yang dapat dicapai. Prinsip dasar MIMO disajikan pada gambar berikut:


Gambar 1. Prinsip MIMO

Di mana aliran data yang berbeda diumpankan ke operasi pra-coding dan kemudian seterusnya sinyal dipetakan dan menghasilkan sinyal OFDMA. 

Reference symbol memungkinkan untuk memisahkan antena yang berbeda, di mana reference symbol dan resource element dipetakan ke bergantian antara antena. Prinsip ini juga dapat diperluas untuk mencakup lebih dari dua antena. Berikut ilustrasinya:


Gambar 2. Reference symbol

Selain downlink, LTE juga mendukung penggunaan teknologi MIMO di uplink. Saat perangkat hanya menggunakan satu antena pemancar, tingkat data uplink perangkat tersebut tidak dapat ditingkatkan dengan MIMO. Tingkat data rate maksimum dapat ditingkatkan dua kali lipat, namun, dengan mengalokasikan dua perangkat dengan sinyal referensi orthogonal. Sehingga transmisi di base station diperlakukan seperti transmisi MIMO, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3. Prinsip Uplink MIMO


Hal tersebut dinamakan 'virtual' atau 'multi-pengguna' MIMO yang didukung oleh LTE rilis 8 namun tidak mewakili perspektif perangkat karena hanya urutan sinyal referensi yang dimodifikasi. Dari  sisi jaringan, penambahan processing diperlukan untuk memisahkan pengguna satu dengan yg lain. Bagi para vendor produsen smartphone, penggunaan 'klasik' dua antena pemancar MIMO tidak menarik karena berdampak pada peningkatan investasi perangkat, sehingga transmisi perangkat multi-antena kemudian dimasukan pada rilis 10 atau LTE-Advanced.


Physical Layer

Pada bagian ini menjelaskan tentang physical layer LTE berdasarkan prinsip penggunaan OFDMA dan SC-FDMA. Physical layer ditandai dengan prinsip desain yang tidak diperlukan sumber daya yang didedikasikan untuk satu pengguna; penggunaan sumber daya hanya didasarkan pada alokasi sumber daya yang dinamis yang digunakan secara bersama. Hal ini dianalogikan dengan sumber daya penggunaan di internet, yang berbasis paket tanpa alokasi sumber daya-pengguna tertentu. Physical layer dari sistem akses radio memiliki peran penting untuk mendefinisikan kapasitas yang pada akhirnya menjadi titik fokus dalam hal kinerja yang diharapkan. Namun, sistem yang kompetitif membutuhkan lapisan protokol yang efisien untuk memastikan kinerja yang baik dari application layer sampai end user

Dari sifat desain yang sudah dibahas, LTE hanya berisi common transport channel; dedicated transport channel tidak ada (Dedicated Channel, DCH, seperti dalam WCDMA). Transport channel adalah interface antara MAC layer dan Physical layer. Dalam setiap transport channel, pemrosesan diterapkan untuk physical layer yang sesuai untuk membawa saluran transportasi tersebut. Physical layer tersebut diperlukan untuk memberikan penugasan sumber daya yang dinamis baik dalam hal variasi kecepatan data dan dalam hal pembagian sumber daya antara pengguna yang berbeda.

Berikut adalah transport channel dan pemetaannya ke Physical Channel:
Broadcast Channel (BCH) adalah broadcast channel downlink yang digunakan untuk menginformasikan parameter sistem yang diperlukan untuk mengaktifkan perangkat untuk mengakses sistem. Parameter tersebut meliputi, misalnya, bandwidth sel, jumlah port antena pemancar, jumlah sistem frame dan konfigurasi PHICH terkait.
•  Downlink Share Channel (DL-SCH) membawa data pengguna untuk koneksi point-to-point arah downlink. Semua informasi (baik data pengguna atau lapisan yang lebih tinggi seperti informasi kontrol) ditujukan untuk satu pengguna atau UE yang ditransmisikan pada DL-SCH, asumsi UE tersebut sudah dalam keadaan RRC_CONNECTED. Namun, seperti di LTE, Peran BCH terutama untuk menginformasikan perangkat dari penjadwalan sistem informasi. Informasi kontrol ditujukan untuk beberapa perangkat juga dilakukan pada DL-SCH. Jika data pada DL-SCH hanya dimaksudkan untuk UE tunggal, maka dynamic link adaptation dan lapisan fisik retransmission dapat digunakan.
Paging Channel (PCH) digunakan untuk membawa informasi paging untuk perangkat di arah downlink untuk memindahkan status perangkat dari RRC_IDLE ke RRC_CONNECTED.
Multicast Channel (MCH) digunakan untuk mentransfer konten layanan multicast ke UE arah downlink. 3GPP memutuskan untuk memberikan dukungan penuh di Release 9.
Uplink Share Channel (UL-SCH) membawa data pengguna serta informasi kontrol original perangkat di arah uplink saat status RRC_CONNECTED. Seperti DL-SCH, dynamic link adaptation dan lapisan fisik retransmission dapat digunakan.
Random Access Channel (RACH) digunakan pada uplink untuk merespon paging atau untuk memulai langkah dari RRC_CONNECTED karena kebutuhan data transmisi UE. Tidak ada layer data yg lebih tinggi atau pengguna data ditransmisikan pada RACH (Seperti yang dapat dilakukan dengan WCDMA) tetapi digunakan untuk mengaktifkan transmisi UL-SCH, misalnya, connection setup dengan otentikasi dan sebagainya yang akan berlangsung.

Di arah uplink UL-SCH dilakukan oleh Physical Uplink Share Channel (PUSCH). RACH dilakukan oleh Physical Random Access Channel (PRACH). Pemetaan transport channel diilustrasikan pada ganbar berikut:

Gambar 1. Mapping of  Uplink Transport Channel

Di arah downlink, PCH dipetakan ke Physical Downlink Share Channel (PDSCH). Sedangkan BCH dipetakan ke Physical Broadcast Channel (PBCH), seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Mapping of  Downlink Transport Channel


MODULASI

Pada uplink, modulasi dilakukan melalui modulator QAM yang sebenarnya merupakan modulasi yang sudah sejak lama ada, namun mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi. Metode modulasi yang tersedia (untuk data pengguna) adalah QPSK, 16QAM, dan 64QAM. Dua yang pertama tersedia di semua perangkat sementara untuk 64QAM adalah tergantung kemampuan UE, maksudnya ada perangkat (smartphone, modem dsb) yang support 64QAM ada juga yang tidak. Berikut adalah gambar konstelasi modulasi:

Gambar 1. Konstelasi Modulasi pada LTE

Pada downlink metode modulasi untuk data pengguna adalah sama seperti di arah uplink yaitu QPSK, 16QAM, dan 64QAM. E Node B sudah men-support semua metode modulasi tersebut. Seperti pada jaringan 3G sebelumnya, di LTE dikenal dengan fitur Adaptive Modulation and Coding, yang memastikan error rate tetap dibawah limit yang dapat diterima, dengan pengaturan modulasi dan coding rate secara dinamis. 

Level modulasi yang lebih rendah meningkatkan link budget dan fade margin. Perubahan lingkungan propagasi menyebabkan perubahan skema modulasi dan coding. Oleh karena itu dalam perencanaan kapasitas variasi kanal propagasi jangka panjang harus diperhitungkan.

Berikut gambaran adaptive modulation and coding, yang mampu membuat skema modulasi:



Gambar 2. adaptive modulation and coding
Signal to Noise Ratio (SNR) mempengaruhi skema modulasi yang digunakan. Semakin tinggi SNR, semakin tinggi pula sekema modulasi yang digunakan. Berikut gambarannya:


Gambar 3. SNR pada modulasi LTE
Seperti disinggung diatas bahwa perubahan lingkungan propagasi mempengaruhi skema modulasi yang digunakan. Kualitas radio propagasi akibat perubahan lingkungan direpresentasikan pada Channel Quality Indicator (CQI). CQI memiliki nilai ndex dari 0 sampai dengan 15, dmana CQI 15 merupakan skema tertinggi yang digunakan yaitu 64QAM dengan code rate dan efisiensi paling tinggi. Berikut tabel dan ilustrasi untuk CQI :


Tabel 1. CQI index
Gambar 4. CQI vs Modulasi



Resource Block

LTE menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) pada downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access pada uplink (SCFDMA). Dalam sistem OFDMA-SCFDMA dikenal dengan istilah resource block atau RB. Resource Block  adalah suatu blok transmisi pada OFDM yang disusun dari domain waktu dan frekuensi. Berikut ilustrasinya:

Gambar 1. Resource Block

Dimana satu resource block terdiri dari 12 subcarriers dengan masing-masing subcarrier sebesar 15 kHz dan terdapat 7 OFDM symbol atau satu slot sebesar 0.5 ms. Sehingga dalam 1 resource block badwidthnya sebesar 15 kHz x 12 subcarriers = 180 kHz. Bagian terkecil resource block adalah resource element atau RE. Dalam satu resource block terdapat 12 subcarriers x 7 OFDM symbol = 84 resource element.

Dalam domain waktu dikenal dengan istilah Time Transmision Interval atau TTI, yang merupakan unit dasar pada domain waktu saat penjadwalan transmisi data pada kanal fisik. Untuk lebih jelasnya mengenai konsep TTI tersebut, berikut ilustrasi Frame Structure pada LTE:

Gambar 2. LTE Structure Frame 

Radio frame merupakan waktu terpanjang pada sistem frame di LTE. 1 Radio frame besarnya 10 ms atau 20 slot. Bagian terkecil dari frame LTE adalah 1 slot dengan waktu 0.5 ms. 1 subframe terdiri 2 slot dengan waktu sebesar 1 ms. Jadi 1 subframe inilah yang dijadikan TTI pada LTE. Dari penjelasan sebelumnya disinggung bahwa dalam 1 resource block terdiri dari 7 OFDM symbol merupakan 1 slot sebesar 0.5 ms, sehingga dalam 1 TTI yang waktunya 1 ms, dapat ditransmisikan data sebesar 2 resource block.

Berikut resume terkait resource block untuk mempermudah pemahaman:

Gambar 3. Resource Block Resume

Banyaknya jumlah resource block tergantung pada bandwidth (BW) yang digunakan. Semakin besar BW, semakin besar pula resource block yang tersedia. Dengan begitu, semakin besar sistem memiliki resource block, semakin besar pula maksimal throughput yang dihasilkan. Pada artikel selanjutnya akan dijelaskan tentang perhitungan maksimal throughput yang tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah besarnya resource block tersebut. 

Seperti kita ketahui bahwa ada berbagai variasi bandwidth yang digunakan pada sistem LTE, seperti 1.4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, dan 20 Mhz. Tabel berikut menunjukan berapa besar resource block (RB) terhadap bandwidth yang digunakan:

Tabel 1. RB Number vs Channel Bandwidth

LTE RF Measurement

Pengukuran Radio Frequency (RF) pada LTE ditentukan oleh 3GPP yaitu RSRP (Reference Signal Received Power) dan RSRQ (Reference Signal Received Quality). RSRP adalah power rata-rata pada resource element yang membawa reference signal dalam subcarrier. UE (User Equipment) mengukur power dari banyak resource element yang digunakan untuk membawa reference signal kemudian dihitung rata-rata-nya dalam satu bandwidth. Berikut adalah ilustrasi tentang RSRP:


Gambar 1. RSRP pada Bandwidth 5 Mhz


Dari ganbar diatas, rata-rata power yang dikirimkan per-subcarrier adalah 20 W / 300 = 66.7 mW = 18.2 dBm. Jika jarak UE dengan eNode B sekitar 2 km, maka RSRP yang diterima oleh UE adalah seperti yg di ilustrasikan pada gambar berikut:


Gambar 2. Perhitungan RSRP


RSRQ didefinisikan sebagai rasio antara jumlah N RSRP terhadap RSSI (Received Signal Strength Indication). Atau biasa ditulis RSRQ = N x RSRP / RSSI. RSSI mengukur power bandwidth termasuk serving cell power, noise, dan interference power. Berikut ilustrasinya untuk mempermudah pemahaman:



Gambar 3. Konsep RSRQ


Ambil contoh jika tidak ada trafik pada cell A yang sedang serving ke UE, maka perhitungan RSRQ-nya adalah : N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 2 x 25 RSRP = 1/2 = -3 dB. N adalah jumlah resource block pada badwidth, utk contoh ini menggunakan 5 MHz sehingga jumlah resource blocknya 25. Sedangkan dalam kondisi tidak ada traffic hanya ada 2 reference simbol saja yang ditransmisikan. Untuk lebih jelasnya berikut ilustrasinya:


Gambar 4. RSRQ saat tidak ada trafik


Berikut contoh jika ada trafik di cell A, maka perhitungan RSRQ-nya adalah: N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 300 RSRP = -10.8 dB.


Gambar 4. RSRQ saat ada trafik



Coverage Planning

Kali ini, kita mencoba menganalisa parameter utama  untuk evaluasi sistem coverage LTE. Parameter yang pertama adalah pengukuran RSRP, dimana pengukuran RSRP adalah mengukur kuat sinyal pada cell LTE yang membantu untuk me-ranking cell-cell yang berbeda sebagai input, yang dipergunakan untuk algotirma handover dan cell reselection. RSRP (Reference Signal Received Power) didefinikan sebagai rata-rata pada konribusi power resource element yang membawa referensi signal yang dianggap sebagai pengukuran bandwidth frekuensi. Namun hanya yang terukur pada OFDM symbol yang membawa reference signal.

Parameter kedua yaitu RSSI (Received Signal Strength Indicator) yang merupakan total power yang diterima, termasuk interferensi dan noise. Parameter ketiga adalah RSRQ (Reference Signal Received Quality). RSRQ memberi informasi tambahan ketika RSRP tidak cukup untuk memutuskan melakukan handover atau cell reselection. Informasi lebih detail tentang RSRQ ada di artikel LTE RF Measurement.  

Parameter ke-empat yang tidak kalah penting yaitu SINR (Signal to Interference Noise Ratio) yang merupakan rasio antara rata-rata power yang diterima dengan rata-rata interferensi dan noise. Minimum RSRP dan SINR yang sesuai tergantung pada band frekuensinya, berikut ilustrasinya:


Tabel 1. Batas minimum RSRP dan SINR untuk berbagai band frekuensi

Minimum SINR untuk semua band adalah -4 dB, dimana RSRP tergantung dari band frekuensinya. Hal inilah mengapa SINR sangat penting, SINR memberikan informasi berharga pada coverage dan throughput yang diharapkan. Sehingga, map coverage yang dihasilkan SINR lebih akurat daripada map coverage RSRP atau RSSI. Begitu juga, dengan map throughput yang dihasilkan oleh SINR.

LTE Link Budget and Coverage Analysis
Tujuan link budget adalah untuk mengidentifikasi maksimum pathloss atau MAPL (Maximum Allowable Path Loss)  yang diijinkan antara pemancar dan penerima. Sehingga radius cell dapat dihitung sesuai dengan kondisi morphologinya (dense urban, urban, suburban, dan rural) berdasarkan model propagasinya. Pengukuran minimum SINR pada UL dan DL diterima dengan maksimum pathloss dan maksimum transmit power. Perhitungan link budget tergantung pada banyak faktor seperti loss penetrasi gedung, loss feeder, gain antena, dan interferensi radio, hal tersebut dihitung karena berakibat pada cell coverage. Radius cell pada enodeB dapat diperoleh sesuai dengan MAPL dari model propagasinya. Radius cell dapat digunakan untuk menghitung total jumlah site yang diperlukan untuk menyediakan coverage yang sesuai dengan tujuan coveragenya. Berikut kesimpulan input dan output pada link budget:


Gambar 1. input dan output link budget

Hasil perhitungan link budget mendapatkan bahwa memungkinkan perancangan jaringan untuk menentukan coverage yang diharapkan yang dihitung secara teori yang dibandingkan dengan hasil pengukuran. Tabel berikut menjelaskan link budget pada LTE 1800 MHz:


Gambar 2. formula link budget

Berikut adalah ilustrasi perhitungan link budget pada downlink dan uplink:


Gambar 3. DL link budget

Gambar 4. UL link budegt


Opsi Spektrum Untuk LTE

Pemilihan spektrum pada LTE tergantung dari banyak faktor, seperti kebijakan regulator, biaya spektrum, teknologi eksisting, dan lain sebagainya. Berikut adalah gambar tentang opsi spektrum dan kemungkinannya untuk refarming frekuensi:

Gambar 1. Opsi spektrum dan refarming
Berikut adalah guardband yang dibutuhkan untuk sistem dan lokasi yang sama (co-location):

Tabel 1. Guardband untuk sistem dan lokasi yang sama
Berikut adalah ilustrasi terkait guardband pada LTE yang menggunakan frekuensi GSM :
Gambar 2. Guardband pada LTE yang sama lokasi dengan GSM
LTE 2.6 GHz
Ini adalah LTE pertama kali serta terbesar bandwidth nya, rencananya akan digunakan oleh telnologi TDD seperti WIMAX. Namun diawal-awal pembangunan jaringan LTE, spektrum 2.6 GHz diadopsi untuk percepatan roll out. Juga spektrum tersebut didukung oleh pabrikan hand phone. Pengaturan spektrum 2.6 GHz diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 3. Pengaturan spektrum 2.6 GHz
Terdapat 70 MHz untuk LTE FDD dan 50 MHz untuk LTE TDD atau WIMAX. Untuk menghindari interferensi antara FDD dan TDD diberikan guardband sebesar 5 MHz.
LTE 1800 MHz
Ini merupakan band LTE yang paling menjanjikan yang dapat digunakan secara luas baik untuk dense urban, urban, dan suburban area. Berikut gambar pengaturan pada LTE 1800 MHz:
Gambar 3. Pengaturan band LTE 1800 MHz 
Band tersebut secara luas telah digunakan pada GSM 1800 dan dapat di refarming ke LTE 1800. Banyak operator telah membangun LTE pada band tersebut di bandwidth 10 MHz. Bahkan ada juga yang menggunakan sampai 20 MHz. 
Berikut beberapa keuntungan pada LTE 1800 MHz:
  • Coverage area sekitar 2 kali lebih besar dianding dengan LTE 2.6 GHz
  • 35% peningkatan tthroughput dibanding dengan LTE 2.6 GHz
  • Mengurangi tambahan site, sehingga sistem LTE dengan cepat dibawa ke market.
  • Re-use pada GSM 1800 MHz, dan memungkinkan share untuk penggunaan sistem antena GSM 1800.
  • Didukung oleh pabrikan handphone.


Kapabilitas User Equipment (UE)

LTE memiliki kapabilitas User Equipment (UE) atau perangkat pengguna, yang mampu mendukung kecepatan data 5 Mbps hingga 75 Mbps pada uplink, dan 10 Mbps hingga 300 Mbps pada downlink. Kapabilitas UE tersebut terdiri dari lima kelas atau lima category, yaitu category 1,2,3,4 dan 5. 

Semua perangkat mendukung 20 MHz bandwidth, sehingga sudah siap menyesuaikan dengan ketersediaan bandwidth yang dioperasikan oleh operator selular. Misalkan sementara ini operator selular di Indonesia masih menngunakan bandwidth 5 MHz, yang kedepannya akan melakukan ekspansi setelah ada lisensi dari otoritas setempat.

Berikut adalah tabel category perangkat dari mulai category 1 sampai dengan 5:


Tabel 1. Category perangkat

Perangkat atau UE yang memiliki kapabilitas yang paling rendah atau category 1, dengan peak rate DL 10 Mbps dan UL 5Mbps. Untuk modulasi downlink, semua category mendukung modulasi QPSK, 16QAM, dan 64 QAM. Terkait proses kapan menggunakan modulasi QPSK, 16QAM, dan 64QAM bisa dibaca pada artkel sebelumnya yaitu MODULASI.

Untuk modulasi uplink, hanya category 5 saja yang mampu mendukung modulasi 64QAM, selain itu untuk category 1 sampai dengan 4 hanya mendukung modulasi QPSK dan 16QAM. Selain peak rate dan modulasi, terdapat fitur MIMO DL yaitu Multiple Input Multiple Output Downlink dimana dengan fitur tersebut mampu meningkatkan kecepatan data pada arah downlink. Untuk informasi lengkap mengenai MIMO bisa dibaca pada artikel sebelumnya yaitu MIMO-Multiple Input Multiple Output

Pada category 1, pilihannya adalah optional, bisa mendukung MIMO atau tidak. Untuk category 2 sampai dengan 4 mendukung MIMO 2 x 2 yang berarti mampu meningkatkan kecepatan data maksimum dua kali, namun jika disisi enode B, fitur MIMO tersebut diaktifkan. Untuk MIMO 4 x 4 hanya didukung oleh perangkat dengan category 5. Beberapa perangkat smartphone yang beredar dipasaran yang merupakan keluaran vendor-vendor ternama maupun pendatang baru, sudah mendukung category 4 dan 5. Sebut saja Samsung Galaxy A5, Sony experia C3, Z3 yang mendukung LTE category 4. Menarik untuk kita cermati terkait smartphone yang memiliki spesifikasi yang lebih tinggi lagi dari kapabilitas yang ada saat ini. Namun kembali lagi, semua peak data rate yang diharapkan tergantung dari resources perangkat eNodeB itu sendiri, salah satunya adalah bandwidth.




Mobility LTE - Idle Mode

Mobility menawarkan keuntungan buat end user, yaitu menjaga kehandalan services seperti voice atau video realtime meskipun sedang bergerak dengan kecepatan tinggi. Begitu juga dengan layanan koneksi data yang tetap terjaga dengan adanya konsep mobility tersebut. Mobility pada sistem selular merupakan kemampuan sistem selular untuk menjaga kelangsungan konektivitas semua layanan dalam kondisi bergerak. Hal tersebut dimungkinkan karena kemampuan perpindahan dari satu sel ke sel yang lain dengan smooth, dan ini yang tidak dimiliki oleh teknologi wireless lainnya.
Sama seperti teknologi sebelumnya, mobility pada LTE terdiri dari idle mode dan connected mode. Berikut adalah pembagian dari konsep mobility tersebut:


Gambar 1. Idle mode dan connected mode


Idle Mode

UE memilih sel yang cocok untuk menentukan PLMN (Public Land Mobile Network) berdasarkan pengukuran radio. Prosedur ini dinamakan cell selection. UE memulai dengan menerima broadcast channel, kemudian mencari sel yang cocok untuk ditempati, yang mana sel tidak dalam kondisi barred dan kualitas radio cukup bagus. Setelah cell selection, UE harus registasi ke network kemudian menunjukan PLMN yang sudah dipilih untuk diregistasi. Jika UE mendapatkan kandidat sel yang dianggap lebih baik, maka akan melakukan pemilihan kembali sel tersebut kemudian menduduki sel tersebut. Kemudian UE melakukan cek kembali, begitu seterusnya. Jika sel tidak memiliki sedikitnya satu Tracking Area (TA) yang mana UE terdaftar, regristrasi lokasi perlu dilakukan. Berikut ilustrasi untuk idle mode:


Gambar 2. Idle mode


Untuk skala prioritasnya bisa diatur di PLMN. UE mencari prioritas tertinggi pada PLMN pada interval waktu secara regular, dan mencari sel yang cocok jika PLMN yang lain telah terpilih. Sebagai contoh, operator bisa mengkonfigurasi prefered roaming di USIM (Universal Subscriber Identity Module). Ketika UE melakukan roaming dan tidak menduduki operator yang pilihan utama, UE mencoba secara periodik untuk menemukan operator pilihannya tersebut. Jika UE tidak menemukan sel yang cocok atau jika registrasi lokasi gagal, UE akan menduduki sel di luar PLMN, sehingga masuk ke limited access yang mana hanya bisa emergency call only.

Proses Cell Selection dan Reselection 
Ketika UE di hidupkan powernya untuk pertama kali, UE akan mulai melakukan prosedur inisial seleksi sel. UE akan scan semua kanal radio frekuensi pada band E-UTRA untuk mendapatkan sel yang cocok. Pada masing-masing carrier frequency, UE hanya butuh mencari sel yang paling kuat sinyalnya. Setelah sel yang cocok ditemukan, sel tersebut akan dipilih. Inisial cell selection digunakan untuk memastikan banhwa UE menerima info layanan ( atau kembali ke area layanan) sesegera mungkin.

UE bisa juga telah menyimpan informasi tentang carrier frequency yang tersedia dan sel-sel disekitarnya. Informasi tersebut berdasarkan informasi sistem atau informasi lain yang UE pernah peroleh sebelumnya. Spesifikasi 3GPP tidak secara tepat menentukan jenis informasi yg UE peroleh atau diijinkan untuk menggunakan informasi yang tersimpan pada cell selection. Jika UE tidak menemukan sel yang cocok berdasarkan informasi yang tersimpan, prosedur inisial cell selection dimulai untuk memastikan bahwa sel yang cocok telah ditemukan.

Adapun untuk sel yang cocok harus memenuhi kriteria S sebagai berikut:


Qrxlevelmeas adalah pengukuran level atau RSRP, Qrxlevelmin adalah mimimum received level yang diterima, dan Qrxlevelminoffset digunakan ketika mencari prioritas tertinggi di PLMN.

Setip kali UE menduduki sebuah sel, UE akan terus mencari sel yang lebih baik sebagai kandidat untuk reselection menurut kriteria reselection. Intra frekuensi sel reselection berdasarkan kriteria rangking sel tersebut. Untuk melakukan ini UE perlu untuk mengukur neighbour cells yang diindikasikan sebagai neighbour cells.

Untuk membatasi keperluan pengukuran reselection, telah ditentukan bahwa Sservingcell telah cukup, sehingga UE tidak perlu melakukan pengukuran intra frequency, inter frequency, dan inter system. Pengukuran intra frequencyhaarus dimulai ketika Sservingcell <= Sintrasearch.

Untuk kasus UE bergerak cepat, memungkinkan network mengatur parameter cell reselection. Kondisi mobilitas yg tinggi atau medium berdasarkan dari jumlah cell reselection, Ncr, dengan waktu Trcmax. Mobilitas yang tinggi dikarakteristikan oleh nilai parameter hysteresis dan reselection timer.

Berikut adalah ilustrasi proses reselection cell dari cell-1 ke cell-2:


Gambar 3. Reselection cell 

Pada gambar diatas terlihat saat RSRP pada cell-1 -80 dBm di 20 detik, cell-1 melakukan pengukuran pada cell-2 sebagai intra-neighbor. Sampai dengan persyaratan dipenuhi dari Treselect dan Qhys maka akan dilakukan reselection cell dari cell-1 ke cell-2.

Berikut parameter-parameter untuk idle mode:

Tabel 1. Parameter Idle mode



Mobility LTE - Dedicated Mode

Mobilitas UE dikendalikan oleh handover ketika status RRC connected. Dengan demikian tidak ada jenis UTRAN dengan status sebagai CELL_PCH dimana UE dalam keadaan RRC_CONNECTED. Handover di E-UTRAN didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:Handover dikontrol oleh network. E-UTRAN memutuskan kapan untuk membuat handover dan apa target sel-nya.

Handover pada E-UTRAN berdasarkan prinsip sebagai berikut:


  1. Handover dikontrol oleh network. E-UTRAN memutuskan kapan untuk membuat handover dan apa target sel-nya.
  2. Handover berdasarkan pengukuran UE yang dikontrol oleh parameter yang diberikan E-UTRAN.
  3. Handover pada E-UTRAN ditargetkan tidak ada loss dengan menggunakan packet forwarding antara sumber dan target ENodeB.
  4. Koneksi S1 pada core network diupdate hanya ketika handover disisi radio telah lengkap. Core Network tidak mengontrol proses handover.

Berikut adalah ilustrasi prosedur intra frequency handover:

Gambar 1. Intra frequency Handover

Ketika sel target memenuhi batas threshold pengukuran, UE mengirimkan report pengukuran ke ENodeB. Kemudian ENodeB menetapkan koneksi signalling GTP (GPRS Tunneling Protocol) ke sel target. Setelah target ENodeB memiliki resource, sumber ENodeB mengirimkan perintah handover ke UE, kemudian UE bisa memindahkan koneksi radio dari sumber ke target ENodeB. Core network tidak menyadari dengan proses handover tersebut, namun koneksi core network akan diupdate. prosedur ini dinamakan Late Patch Switching.


Pengukuran Handover
Sebelum UE bisa mengirimkan report pengukuran, harus diidentifikasi oleh target sel. UE menidentifikasi sel menggunakan signal sinkronisasi. UE mengukur level signal menggunakan reference symbol. Tidak ada yang diperlukan UE pada E-UTRAN untuk membaca broadcast channel selama pengukuran handover. Berbeda dengan UE pada UTRAN, UE perlu melakukan decoding broadcast channel untuk mendapatkan urutan frame yang diperlukan untuk menyelaraskan transmisi soft handover di downlink. Ketika kondisi threshold terpenuhi, UE akan mengirimkan pengukuran handover ke ENodeB.

Automatic Neighbor Relation
Menjaga neighbourlist menjadi pekerjaan berat dalam jaringan selular, khususnya ketika banyak penambahan site-site baru. Missing neighbor menjadi alasan banyaknya kejadian drop call. UE pada E-UTRAN bisa mendeteksi intra-frequency neighbor tanpa neighbor list, unggul untuk manajemen network dan kualitas network yang lebih baik. 

Berikut ilustrasi automatic neighbor relation :


Gambar 2. Automatic Neighbor Identification

UE bergerak menuju sel baru dan mengidentifikasi PCI (Physical Cell Identity) berdasarkan signal sinkronisasi. UE mengirimkan report pengukuran ke ENodeB ketika report handover threshold terpenuhi. Namun ENodeB tidak meimliki koneksi X2 ke sel tersebut. PCI ID tidak cukup unik mengidentifikasi 504 PCI ID saat network memiliki puluhan ribu sel. Oleh karena itu, serving ENodeB meminta UE untuk decode global cell ID dari broadcast channel target sel. Global cell ID mengidentifikasi sel yang unik. Berdasarkan global cell ID serving ENodeB bisa menemukan alamat transport layer pada target sel menggunakan informasi dari MME dan membangun koneksi X2 sehingga serving ENodeB bisa melanjutkan proses handover. Koneksi X2 yang baru perlu dibuat dan beberapa koneksi lama yang tidak terpakai dapat dihapus ketika sel baru ditambahkan ke network. 

Jadi proses membuat Intra-Frequency neighborlist mudah ketika UE mampu dengan mudah mengidentifikasi semua sel di frekuensi yang sama.